Senin, 29 November 2010

MEMBUANG BATU GINJAL TANPA BEDAH

Iptek Kedokteran Membuang Batu Ginjal Tanpa Bedah Teknologi ini ditemukan secara tidak sengaja oleh para pembuat pesawat angkasa luar.
Penemuan ini lalu diterapkan dalam dunia kedokteran, terutama dalam memecah batu ginjal tanpa pembedahan. Ketika itu sebuah pesawat angkasa luar milik Jerman tertabrak meteor. Anehnya, benda-benda di dalamnya hancur, tapi bagian luar pesawat hanya penyok! Padahal ada ruang antara dinding dan benda-benda tadi. Setelah diteliti, akhirnya disimpulkan bahwa gelombang kejut yang berasal dari fragmen-fragmen kecil yang melintasi atmosfer dapat menghancurkan benda yang sangat keras. "Penemuan ini lalu dikembangkan untuk dunia kedokteran, yakni untuk memecah batu di dalam ginjal," ujar Dr. Agus Wibisono, kepala Instalasi RSP Pertamina, Jakarta. Menurut Sandro Mihradi yang sedang menempuh program doktor di Toyohashi University of Technology, Jepang, seperti tertulis dalam Berita Iptek, riset awal penggunaan gelombang kejut tadi hanyalah untuk melihat interaksinya dengan jaringan tulang pada makhluk hidup. Riset ini dilakukan antara 1968 - 1971 di Jerman dan secara kebetulan, ada seorang pegawai perusahaan secara tidak sengaja tersengat gelombang kejut pada saat eksperimen. Ternyata gelombang kejut mengakibatkan efek sampingan yang rendah pada otot dan lemak. Selain itu jaringan sel tubuh dan jaringan tulang tidak mengalami kerusakan saat dilalui oleh gelombang kejut. Tahun 1971, Haeusler dan Kiefer memulai uji coba secara in-vitro penghancuran batu ginjal dengan gelombang kejut. Kemudian pada 1974 pemerintah Jerman secara resmi memulai proyek penelitian dan aplikasi Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL). Awal tahun 1980 pasien pertama batu ginjal diterapi dengan ESWL di Kota Munich menggunakan mesin Dornier Lithotripter HM1.
Sejak saat itu eksperimen lanjutan dilakukan secara intensif dengan in-vivo maupun in-vitro. Akhirnya mulai tahun 1983, ESWL secara resmi diterapkan di rumah sakit di Jerman. Di bawah 3 cm Sesuai dengan namanya, extracorporeal berarti di luar tubuh, sedangkan lithotripsy berarti penghancuran batu. Secara harfiah ESWL memiliki arti penghancuran batu (ginjal) dengan menggunakan gelombang kejut (shock wave) yang ditransmisikan dari luar tubuh. Jadi, tidak perlu ada tindakan pembedahan. Nah, embel-embel tanpa pembedahan tadi setidaknya membuat lega mereka yang takut dengan meja operasi dan opname di rumah sakit. Dalam terapi ini ribuan gelombang kejut ditembakkan ke arah batu ginjal sampai hancur dengan ukuran serpihannya cukup kecil, sehingga dapat dikeluarkan secara alamiah saat kita kencing. Meski hampir semua jenis dan ukuran batu dapat dipecahkan oleh ESWL, harus ditinjau seberapa efektif dan efisien alat ini. ESWL hanya cocok digunakan pada batu dengan ukuran kurang dari 3 cm dan terletak di ginjal atau di saluran kemih antara ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang panggul). Selain ukuran, jenis batu juga menjadi bahan pertimbangan bagi dokter, apakah dapat dipecahkan oleh ESWL atau tidak. Soalnya, ada jenis batu tertentu yang sangat keras sehingga sukar dipecahkan. ESWL juga dipantang bagi mereka yang menderita darah tinggi, kencing manis, mengalami gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita hamil dan anak-anak, serta memiliki berat badan berlebih. Saat ini sudah muncul ESWL generasi keempat.
Cukup mengejutkan sebab literatur terakhir baru menyebutkan generasi kedua. Indonesia terbilang tidak ketinggalan mengikuti perkembangan terbaru mesin-mesin kedokteran. Terbukti dua rumah sakit besar di Jakarta sudah memilikinya. ESWL generasi pertama masih terbatas pada tingkat keberhasilan pasien terbebas dari batu setelah tindakan. ESWL pada saat itu masih memerlukan pembiusan. Sebagian besar pasien merasa kurang nyaman. Generasi selanjutnya, ESWL dibuat lebih nyaman dengan menggunakan piezoelektrik, sehingga pasien tidak perlu dibius. Pada generasi keempat digunakan elektrokonduktif. Bagaimana gelombang kejut dihasilkan, kemudian merambat masuk ke dalam tubuh dan menghancurkan sasarannya, tanpa merusak media yang dilewatinya? "Meminimalkan" salah tembak Saat ini ada tiga jenis pembangkit (generator) gelombang kejut yang digunakan dalam ESWL, yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik, dan elektromagnetik. Masing-masing memiliki cara kerja yang berbeda, namun ketiganya menggunakan air atau gelatin sebagai medium untuk merambatkan gelombang kejut yang dihasilkan. Dipilih air atau gelatin sebab sifat akustik keduanya paling mendekati sifat akustik tubuh (darah dan jaringan sel tubuh). Dengan demikian pasien tidak akan merasakan sakit pada saat gelombang kejut masuk ke dalam tubuh. Pembangkit elektrohidrolik menggunakan spark gap untuk membuat "ledakan" di dalam air. Ledakan ini kemudian menghasilkan gelombang kejut. Sedangkan pembangkit piezoelektrik memanfaatkan efek piezoelektrik pada kristal dan pembangkit elektromagnetik menggunakan gaya elektromagnetik untuk mengakselerasi membran metal secara tiba-tiba dalam air untuk menghasilkan gelombang kejut. Dari tiga jenis pembangkit di atas, elektrohidrolik merupakan pemecah batu yang paling banyak digunakan saat ini. Secara umum gelombang yang dihasilkan generator pembangkit akan difokuskan ke batu yang akan dipecahkan melalui reflektor berupa lensa cembung-cekung atau keramik. "Tetapi pada generasi terbaru, reflektornya yang diarahkan ke batu terdiri atas banyak reflektor, sehingga batu menjadi cepat terurai," ujar Agus Wibisono. Pada awalnya, gelombang kejut yang dihasilkan generator hanya memiliki tekanan yang rendah. Kemudian difokuskan pada satu lokasi tempat batu ginjal berada. Hanya pada titik fokus inilah gelombang kejut memiliki tekanan yang cukup besar untuk menghancurkan targetnya, sehingga tidak akan merusak bagian di luar daerah fokus ini. Operasi ini sendiri cukup nyaman. Pasien cukup berbaring di atas sumber energi gelombang kejut. Pada ESWL generasi terakhir pasien bahkan bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal sudah ditemukan, dokter tinggal menekan sebuah tombol dan ESWL di ruang tindakan pun bergerak sesuai keinginan dokter. Posisi pasien bisa telentang atau telungkup tergantung pada posisi batu yang ada. Elektrokonduktif yang digunakan ESWL terbaru ini memungkinkan batu lebih cepat terurai. "Reflektornya berada di sekeliling batu. Focusing-nya banyak. Ibaratnya batu dikeroyok. Tindakan ini berjalan sekitar 45 menit. Sebelumnya, kami memerlukan expantion chamber untuk menimbulkan jarak antara sumber gelombang kejut dengan tubuh. Makin ada jarak, makin bagus," jelas Agus. Pada liphotripter keluaran terbaru, umumnya dipasang peralatan yang meminimalkan risiko akibat salah "tembak". Alat ini memantau lokasi batu ginjal secara kontinyu dan seketika, sehingga tingkat akurasi tembakan sangat tinggi. Waduh, makin enak saja "ditembak"! Ditemukan di Jerman Dikembangkan di Prancis Setelah tindakan ESWL berhasil pada binatang, maka tindakan ESWL pada manusia mulai dilakukan. Dengan dilakukannya ESWL pada manusia, terjadi revolusi dalam penanganan batu pada ginjal dan saluran kemih. Eksperimen memecahkan batu ginjal manusia secara in-vitro dengan menggunakan gelombang kejut pertama kali dilakukan pada 1972 di Munich, Jerman Barat.
Jerman merupakan negara pelopor alat ESWL. Tapi justru Prancis yang kemudian mengembangkan dan melesat maju sebagai pembuat alat ESWL yang lebih nyaman dan aman dengan menggunakan piezoelektrik. Alat ini tidak mempersyaratkan pembiusan pasien. Generasi terakhir ESWL menggunakan elektrokonduktif. Di Indonesia, sejarah ESWL dimulai tahun 1987 oleh Prof. Djoko Raharjo di Rumah Sakit Pertamina, Jakarta. Kini alat generasi terbaru Prancis ini sudah dimiliki beberapa rumah sakit besar di Indonesia seperti Jakarta dan Bali. (idionline/KCM)

POLTEKKES KEMENKES MALANG

Politeknik Kesehatan Depkes Malang yang disingkat Poltekkes Depkes Malang, merupakan Pendidikan Tinggi Profesional bidang Kesehatan milik Departemen Kesehatan RI.

Berdasarkan SK Menkes RI Nomor: 1207/Menkes/SK/X/2001, Politeknik Kesehatan Depkes Malang merupakan salah satu dari 32 (tiga puluh dua) Politeknik Kesehatan yang ada di Indonesia.

Politeknik Kesehatan Depkes Malang merupakan gabungan dari 7 (tujuh) Akademi Kesehatan yaitu Akdemi Keperawatan Malang, Akademi Keperawatan Lawang, Akademi Keperawatan Blitar, Akademi Kebidanan Malang, Akademi Kebidanan Kediri, Akademi Kebidanan Jember dan Jurusan Gizi Malang. Kantor Direktorat (Pusat) nya berkedudukan di Jalan Ijen No 77 C Malang

Pada tahun 2007 Struktur Organisasi berubah Berdasarkan Permenkes No. 890 Tahun 2007 menjadi :

Politeknik Kesehatan Depkes Malang yang terdiri dari 10 Program Studi antara lain :

Program Studi D3 Keperawatan Malang, Blitar dan Lawang;
Program Studi D3 Kebidanan Malang, Jember dan Kediri;
Program Studi D3 Gizi Malang;
Program Studi D4 Keperawatan Medikal Bedah;
Program Studi D4 Bidan Pendidik;
Program Studi D4 Gizi.

Dan terakhir, pada tahun 2009 mengacu pada SK Menkes No. HK.03.05/I/II/4/00635.1/2009 ditambah 2 prodi baru yaitu :
Program D-4 Keperawatan Jiwa
Program D-4 Keperawatan Anak